Energi Nuklir di Slovenia dan Slovakia

Rabu, 12 Januari 2011

(Batan, 31/12/10)Slovenia dan Slovakia mungkin hanyalah dua negara kecil. Nun jauh di sana, di jantung Eropa timur. Jumlah luas keduanya tak lebih dari pulau Jawa. Bahkan orang sering keliru dan mempertukarkan keduanya. Tapi siapa nyana bahwa kedua negara eks blok timur ini telah bertumbuh pesat menjadi negara modern. Slovenia merupakan pecahan Yugoslavia. Sementara Slovakia mungkin sudah lebih dahulu dikenal sebagai bagian dari Cekoslovakia, eks negara induknya yang kemudian pecah mengikuti runtuhnya Uni Soviet pada awal era tahun 90-an. 
Pertengahan Desember yang lalu, penulis beserta rombongan pemangku kepentingan energi nuklir Indonesia berkunjung ke kedua negara, yang kini sudah menjadi anggota Uni Eropa.  Rombongan terdiri atas Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Eko Maulana Ali, Bupati Bangka Selatan, Kepala Badan Pembangunan dan Statistik Provinsi, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi, Sekretaris Daerah Kabupaten Bangka Barat dan dua anggota Dewan Energi Nasional: Herman Agustiawan dan Muhtasor, di dampingi dua wartawan nasional.  Kunjungan yang didanai oleh IAEA itu bertujuan memperkenalkan seluk-beluk PLTN kepada Indonesia yang ingin memanfaatkan listrik nuklir bagi guna mengatasi krisis energi di masa depan.

Kedua negara dipilih mengingat beberapa kemiripan dengan Indonesia, yaitu pertama, mereka relatif kalah maju dibanding saudaranya di Eropa Barat. Kedua, negara-negara ini baru saja memasuki era demokrasi. Dan ketiga, di awal memulai program energi nuklirnya mereka mendapatkan permasalahan penerimaan publik yang tak kalah ramainyanya dengan Indonesia. 
 
Slovenia memulai program energi nuklirnya ketika mereka masih merupakan bagian dari Yugoslavia, di era kepemimpinan karismatik Josip Broz Tito.  Slovenia, bersama Kroasia mengoperasikan dan berbagi hasil listrik dari PLTN tipe PWR daya 696 MWe buatan Westinghouse (Amerika Serikat) itu sejak 1981.  Listrik nuklir yang terletak di kota Krsko, Slovenia, ini menyumbang 40% kebutuhan Slovenia dan 15% kebutuhan Kroasia.  Guna memenuhi kebutuhan energinya yang terus meningkat, Slovenia sudah merencanakan unit baru PLTN dengan daya 1600 MWe yang kini menunggu persetujuan parlemen sebelum ditenderkan.


Sebaik Apapun Teknologi, Tidak Bisa Berhasil Tanpa SDM Yang Kompeten

Jakarta (08/01/2011). "Mahasiswa diharapkan mendapatkan ilmu yang sangat berharga yang sulit didapatkan di kampus ini karena keterbatasan instrumen dan pengalaman sehingga kita butuh ilmu pengetahuan dari luar yang banyak manfaatnya di masa mendatang, sebagai calon-calon guru dan calon masyarakat yang akan bertanggungjawab atas diri sendiri dan masyarakat," jelas Nanda Sari Dewi, M.Si mewakili Kepala Jurusan saat membuka acara seminar Pendidikan Sains di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Jurusan Pendidikan IPA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu (08/01/11).
Seminar yang diikuti oleh 70 mahasiswa yang bertema “Prospektif Pendidikan Terhadap Perkembangan Nuklir di Indonesia” ini merupakan rangkaian kegiatan IPA Conduction (IPA Competition and Education) yang diselenggarakan selama 1 minggu oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jurusan Pendidikan IPA-FITK.
Teknologi itu mau tidak mau bisa dijadikan suatu standar maju tidaknya suatu bangsa, oleh sebab itu kita tidak boleh kalah dengan negara-negara lain yang memang sedang giat-giatnya mengaplikasikan teknologi, mau tidak mau negara Indonesia nantinya diisi oleh para mahasiswa yang hadir disini. Hal itu disampaikan oleh Kepala PDIN-BATAN Drs. Totti Tjiptosumirat, M. Rur. Sci mengawali presentasinya yang berjudul “Perkembangan Nuklir di Indonesia serta Pemanfaatannya Dalam Kehidupan Bangsa di Masa yang akan datang”